JAKARTA, KOMPAS.com – Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh menyampaikan bahwa ada empat perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang menyatakan kesiapannya mengolah raw sugar atau gula mentah untuk kebutuhan industri makanan dan minuman, serta mengisi kekosongan gula konsumsi. Padahal, perusahaan-perusahaan berplat merah tersebut umumnya biasa memproduksi gula kristal putih.

Pernyataan kemampuan ini sesuai dengan permintaan Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk mengalokasikan gula mentah ke ndustri gula berbasis tebu yang berbarengan dengan musim giling.

“Kita baru saja melakukan pertemuan dengan para Dirut PTPN, yakni PTPN II, PTPN IX, PTPN X, dan PTPN XI untuk klarifikasi kemampuan pengolahan. Kita sudah klarifikasi bahwa empat Dirut tersebut mampu mengolah raw sugar,” ujar Deddy ditemui di gedung Kemendag, Jakarta, Jumat ( 24/8/2012 ) lalu.

Selain itu beberapa perusahaan swasta, seperti Pabrik Gula Gorontalo, Industri Gula Nusantara, Madu Baru, dan Pemuka Sakti Manis Indah juga menyatakan siap mengimpor gula mentah.

Kendati demikian, hingga sekarang baik PTPN maupun perusahaan swasta belum diperbolehkan mengimpor raw sugar sebelum mendapat persetujuan Menteri Perdagangan.

“Jadi impor raw sugar untuk industri itu karena industri makanan minuman membutuhkan, karena selama ini alokasinya kita tahan. Permintaan impor 2,5 juta ton (industri) kemarin, baru dikasih 2,1 juta ton. Masih tertahan 400 ribu ton, tapi sekarang dikasih (diberi izin) 250 ribu ton saja,” ujarnya.

Menurut Deddy, bila telah dapat izin Mendag dalam waktu dekat ini, maka impor pun sudah bisa dilakukan dan perusahaan bisa mengolah gula khusus industri itu.

Selain itu alokasi sebanyak 250.000 ton gula mentah impor ini bakal ditentukan oleh Kemendag. Itu tergantung dari kapasitas dan kemapuan produksi perusahaan gula tebu tersebut. Misalnya, bila ada yang mengajukan impor 60 ton, maka belum tentu disetujui karena dengan alokasi terbatas harus dibagi-bagi lagi dengan perusahaan lain.

“Jangan sampai kita beri izin impor raw sugar tapi ngolahnya di tempat lain. Kita tidak inginkan itu,” ungkapnya.

Akan tapi ada juga yang menyatakan hanya mampu impor setengah dari kapasitas alokasi yang diberikan. Ini disebabkan gubernur di beberapa daerah produksi tidak memberi izin gula mentah masuk ke wilayahnya. Gubernur khawatir gula mentah yang telah diolah menjadi gula rafinasi bakal meluber ke pasar konsumsi masyarakat sehingga menjatuhkan harga gula kristal putih.

Penuhi Kemauan Produsen Minuman dan Makanan

Dengan kesiapan perusahaan gula dan perizinan impor dari pemerintah, Deddy berharap kekhawatiran para produsen minuman dan makanan akan kekurangan bahan pemanis khusus tersebut bisa terjawab sejak impornya dibatasi.

“Kemarin terjadi kekurangan. Perusahaan, seperti Frisian Flag, Mayora, Santos, Nestle, berdatangan ke kita minta gula, tidak tersedia gula mentah di pabrik gula rafinasi (mapun berbasis tebu). Makanya sekarang akan kita keluarkan (izin) untuk memenuhi kebutuhan itu,” ungkapnya.

Hhingga saat ini, perusahaan gula berbasis tebu yang ingin memproduksi gula rafinasi (gula khusus untuk keperluan industri makanan minuman) bahan bakunya memang masih impor, yakni gula mentah. Sebagian besar impor dari Thailand dan Australia. Pasalnya, hingga kini domestik memang belum mampu menyediakan.

Sebagai gambran, gula mentah itu sama dengan gula pasir atau kristal putih yang berasal dari tebu. Hanya saja, pada proses pembuatannya, tidak melalui proses pemutihan dengan belerang sehingga warna dasar dari raw sugar pun agak kecokelatan.

Biasanya unsur warna raw sugar tersebut dipisahkan tanpa zat pemutih dengan menggunakan mesin, steam, centrifugal, dan teknologi. Hasilnya, menjadi gula yang bersih, bening, dan alami yang disebut gula rafinasi, gula yang benar-benar cocok sebagai standar pemanis untuk industri minuman dan makanan. Dalam hal tingkat pelarutan dan kejernihan, kualitas gula rafinasi pun jauh lebih baik dari gula kristal putih dengan tingkat harga yang tidak berbeda jauh.

 
Sumber : kompas.com      Oleh      : Deddy Saleh, Dirjen daglu